KATA PENGANTAR
Dengan
segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat serta hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Penerapan Syariat Islam dan Ham” dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah
pendidikan agama islam.
Dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat
keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi kami.
Akhir kata
kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan
banyak terima kasih.
31 Oktober 2014
Muchlas Abrar
H12114010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan
manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya
manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi
dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah
memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan
sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT.
Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang
sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam
hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian
dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah
umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang
belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu
(Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah
tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan
selamat dunia dan akhirat.
Hal ini
membuat hati penulis tergugah untuk menyajikan makalah syariat islam ini agar
para penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya dalam lebih mendalami tentang
syariat islam.
Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah
dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang
disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). HAM yang melekat pada diri manusia,
bersifat kodrati, universal, dan abadi berkaitan dengan martabat dan harkat
manusia itu sendiri. HAM juga menjadi keharusan dari sebuah negara untuk bisa
menjaminnya dalam konstitusinya.
Istilah HAM baru muncul setelah Revolusi Perancis,
dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas
hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan
panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, munculah perlawanan
rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak
asasi manusia. Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John
kepada rakyat Inggris tahun 1216. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh
Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan
pada 26 Agustus 1789.
Di Indonesia penegakan HAM dapat dikatakan kurang
berjalan maksimal. Faktor yang berpengaruh pada penegakan HAM di Indonesia
terhambat seperti masalah politik, dualisme peradilan, prosedural acara. Bagi
masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana
sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang
sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh umat
manusia. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan
negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam
Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri dalam
pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang
telah mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi,
pengakuan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai
macam pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita temukan didalamnya
konsep tentang penegakan HAM.
Bahkan HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat
belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Fakta ini mematahkan bahwa
Islam tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. berangkat dari itu makalah
ini akan mencoba memberikan sedikit penerangan mengenai wacana HAM dalam Islam.
1. 2 Rumusan Masalah
Berikut ini adalah berbagai topik permasalan utama yang akan dibahas
dalam makalah ini, antara lain
- Apa pengertian
Syari’at Islam ?
- Bagaimana Tujuan
Syari’at Islam ?
- Bagaimana Prinsip-prinsip
syari’at Islam ?
- Bagaimana bentuk penerapan Syariat Islam ?
- Apa pengertian HAM itu?
- Apa hubungannya HAM dengan
Islam?
- Bagaimana bentuk penerapan HAM dalam islam?
1.3 Tujuan
Seperti halnya dengan makalah yang lain, makalah kami juga memiliki
tujuan agar memiliki tolak ukur. Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
- Mengetahui pengertian
Syari’at Islam
- Mengetahui Tujuan
Syari’at Islam
- Mengetahui Prinsip-prinsip
syari’at Islam
- Mengetahui bentuk penerapan Syariat Islam
- Mengetahui pengertian HAM itu
- Mengetahui hubungannya HAM dengan Islam
- Mengetahui bentuk penerapan HAM dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Syariat
Syariah
adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku
hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam
Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat
Asy-Syura ayat 13
إِلَيْكَ وَمَا وَ صَّيْنَا بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ
لْمُشْ رِكِينَ تَتَفَرَّقُوا
فِيهِ كَبُرَ الدِّينَ
وَلَا أَنْ أَقِيمُوا وَعِيسَى إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ يَشَاءُ وَيَهْدِي يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ عَلَى ا
Artinya :
“Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah
belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran
surat Asy-Syura ayat 13).
1.
Surat Asy-Syura ayat 21
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ
مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ
لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya :
Apakah
mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka
agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan
(dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang
zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan
sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa
ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT
yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen
dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya
atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan
menghilangkan fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam
sisten.
Sebagai
contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan
lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila
seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh
melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan
kondisi, seperti sholat sambil duduk
2.2 Tujuan
Syariat Islam
Tujuan dari
syariah adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Secara umum ada
5 hal
1. Hifdzud diin (menjaga agama)
2. Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
3. Hifdzul maal (menjaga harta)
4. Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
5. Hifdzun nafsu (menjaga diri).
2.3 Prinsip-Prinsip Syariat Islam
- Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam
menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia
dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan
kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima
ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya. Prinsip ini secara tegas
disebutkan dalam a-Quran,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan)
yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami
lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
(QS. Al-Baqarah: 286)
- Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip
kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf
dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak
memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya,
meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna
memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar
tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung
pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu
yang justru akan memperberat diri sendiri.
Allah swt. Berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (١٠١)
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian....(QS. al-Maidah: 101)
3 Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran
merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan
berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam
menetapkan hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual
manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?.
Hal ini terkait erat dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena
itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan
format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak
merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran
senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
Untuk lebih
jelasnya, berikut ini akan kami
kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran;
- Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka
sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang
sebaliknya.
- Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr
di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang
manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah
menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah:
219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr
bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
- Menetapkan hukum tegas.
Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di
Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari
penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan
sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi
penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana
disebutkan dalam surat Qaf: 39
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (٣٩)
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”
Lalu surat al-Mu’min: 55
فَاصْبِرْ
إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ (٥٥)
“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”
“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”
4. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam bukan
hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang
bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di
mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi
kebutuhannya.
Abd al-Wahab
Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu
membuat illat (ratio logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga
menunjukkan bebrapa buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum
itu sejalan dengan tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah
mensyariatkan sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang
sebanding dengan hukum tersebut.
5. Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Persamaan
hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan
dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi
umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan
hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela
meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Penyamarataan
hak di atas berimplikasi pada keadilan yang seringakli didengungkan al-Quran
dalam menetapkan hukum,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Nisa: 58)
2.4 Bentuk
Penerapan Syariat Islam
Bentuk penerapan syariat islam mencakup tiga bidang pokok: Pertama
fikih ibadah ketentuan tentang pelaksanaan ibadah, yang setiap Muslim mesti
menerima agar bisa menjalankan ibadah dengan baik; kedua, fikih ibadah–ketentuan tentang hubungan sosial, seperti
nikah, talak, cerai, rujuk, waris dan sebagainya, yang juga mesti diadopsi
setiap Muslim agar dapat menjadi Muslim lebih baik; dan ketiga fikih jinayah–ketentuan tentang pidana, termasuk khususnya
yang sangat kontroversial mengenai hudud, potong tangan bagi pencuri dan rajam
bagi penzina.
Dalam bidang politik, yang memegang kekuasaan tertinggi
ialah kedaulatan. Selanjutnya, kedaulatanlah yang mempunyai hak untuk
mengeluarkan aturan-aturan hukum. Oleh karena itu, kedaulatan mempunyai
kekuatan yang mengikat dan memaksa warga negara untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Sama halnya seperti Islam, yang menjadikan syariat Islam
sebagai satu – satunya kedaulatan. Kedaulatan dalam agama Islam dipegang oleh
Allah SWT, sebagai satu-satunya pemilik kewenangan untuk membuat hukum dan
syariat.
Dimana, seluruh hukum dan syariat tersebut harus diikuti
dan ditaati oleh seluruh pemeluk agama Islam. Sebagai pemegang kedaulatan,
Allah SWT mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi umatnya. Oleh karena
itu, dalam kehidupan berpolitik, para pemegang kedaulatan sebagai pemimpin,
harus senantiasa memperhatikan kepentingan warga negaranya dan tidak
menggunakan kekuasaannya untuk berbuat sewenang – wenang. Dalam memimpin warga
negaranya, para pemegang kedaulatan juga harus tunduk kepada hukum dan syariat
yang ada.
Dalam bidang ekonomi, syariat Islam memegang peranan
penting, seperti mengatur pembagian modal, mengatur pajak, mengatur
sumber-sumber pendapatan negara, mengatur zakat, dan lain sebagainya. Syariat
Islam sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi umatnya, seperti mulai
banyak bermunculan bank-bank yang berlandaskan syariah Islam. Bahkan, bank-bank
yang berlandaskan syariat Islam tersebut juga menganut syariat Islam yang
melarang hukum riba.
Jadi, pada dasarnya syariat Islam mempunyai peranan yang
sangat penting dalam berbagai macam aspek kehidupan umatnya. Syariat Islam
telah dibuat dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak mungkin menyusahkan atau
menghambat umatnya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan menerapkan
syariat Islam ke dalam seluruh aspek kehidupan sehari – hari, maka hidup kita
pun akan menjadi lebih teratur dan terarah.
2.5 Pengertian
Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia adalah hak manusia yang paling
mendasar dan melekat padanya dimanapun ia berada. Tanpa Adanya Hak ini berarti
berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak Asasi Manusia adalah
suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang
sewajarnya mendapat perlindungan hukum.
Dalam mukadimah Deklarasi Universal Hak-hak asasi
manusia (Universal Declaration of Human Rights) dijelaskan mengenai hak asasi
manusia sebagai:
“Pengakuan atas keseluruhan martabat alami manusia dan hak-hak yang
sama dan tidak dapat dipindahkan ke orang lain dari semua anggota keluarga
kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia.”
Ada tiga prinsip utama dalam pandangan normatif hak
asasi manusia, yaitu berlaku secara universal, bersifat non-diskriminasi dan
imparsial. Prinsip keuniversalan ini dimaksudkan agar gagasan dan norma-norma
HAM telah diakui dan diharapkan dapat diberlakukan secara universal atau
internasional. Prinsip ini didasarkan atas keyakinan bahwa umat manusia berada
dimana-mana,disetiap bagian dunia baik di pusat-pusat kota maupun di pelosok pelosok bumi yang
terpencil. Berdasar hal itu HAM tidak bisa didasarkan secara partikular yang
hanya diakui kedaerahahan dan diakui secara lokal.
Prinsip kedua dalam norma HAM adalah sifatnya yang
non-diskriminasi. Prinsip ini bersumber dari pandangan bahwa semua manusia
setara (all human being are equal). Setiap orang harus diperlakukan setara. Seseorang tidak boleh
dibeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak bisa dipandang
sebagai suatu hal yang negatif, melainkan harus dipandang sebagai kekayaan umat
manusia. Karena manusia berasal dari keanekaragaman warna kulit seperti kulit
putih,hitam, kuning dan lainnya. Kenekaragaman agama juga merupakan sesuatu hal
yang mendapat tempat dalam sifat non-diskriminasi ini. Pembatasan seseorang
dalam beragama merupakan sebuah pelanggaran HAM.
Prinsip ketiga ialah imparsialitas. Maksud dari prinsip
ini penyelesaian sengketa tidak memihak pada suatu pihak atau golongan tertentu
dalam masyarakat. Umat manusia mempunyai beragam latar belakang sosial maupun
latar belakang kultur yang berbeda antara satu dengan yang lain hal ini
meupakan sebuah keniscayaan. Prinsip imparsial ini dimaksudkan agar hukum tidak
memihak pada suatu golongan.
2.6 Hubungan antara Ham dan Islam
Hak Asasi Manusia dalam islam tertuang secara transenden
untuk kepentingan manusia, lewat syariah islam yang diturunkan melalui wahyu.
Menurut syariah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab dan karena ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan
yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu.
Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan
sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung
jawab itu sendiri.
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Persamaan artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan
yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia
lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat
Al-Hujurat ayat 13, yang artinya sebagai berikut :
“Hai Manusia, sesnungguhnya Kami menciptakan kamu dari
laki-laki dan permpuan dan kamu jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kaum adalah
yang paling takwa.”
Sedangkan kebebasan
merupakan elemen penting dalam ajaran islam. Kehadiran islam memberikan jaminan
pada kebebasan manusia agara terhindar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang
berkaitan dengan masalah agama, politik dan ideologi. Pada dasarnya HAM dalam
islam terpusat pada lima
hal pokok yang terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga
al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam islam). Konsep
itu mengandung lima
hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu yaitu hifdzu al-din
(penghormatan atas kebebasan beragama), hifdza al-mal (penghormatan atas harta
benda), hifdzu al-nafs wa al-ird(penghormatan atas jiwa, hak hidup dan
kehormatan individu) hifdzu al-‘aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan
hifdzu al-nasl (keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima pokok inilah yang
harus dijaga oleh setiap umat islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang
lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu
dengan masyarakat, masyarakat dengan Negara dan komunitas agama dengan
komunitas agama yang lainnya.
2.7 Bentuk
dan Penerapan HAM dalam Islam
Bentuk
penerapan HAM dalam islam melalui Perlindungan Islam terhadap Hak Asasi Manusia.Adapun hak-hak asasi
manusia yang dilindungi oleh hukum islam
1.
Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang
pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak
mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang
mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik."
Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka
telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).
Hak hidup dibagi atas beberapa hak antara lain:
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan
penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya,
sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa
urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda
orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya."
(QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang
merugikan hajat manusia.
b. Hak
Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan
ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang
bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Allah menentukan hak dan kewajiban
sesuai dengan fitrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan
beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan
pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai
kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban
masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para
suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan
mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah
yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin
(QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara
berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan
kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah,
Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir
dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang
tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara
ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan
syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal
ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia
terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan
terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan
kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari
bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan
dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin
itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya."
(HR. Bukhari dan Muslim).
e. Hak Saling
Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan
menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam
membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan
sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi
saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima : menjawab salam, menjenguk yang sakit,
mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR.
Bukhari).
f. Hak Keadilan
dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan
sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia
(lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama
di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad
mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan
keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang
mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian
rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di antara
kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang
melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..."
2. Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia,
dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya,
selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan
seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya.
Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?"
(QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara
negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap
kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim.
Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu
akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam
kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah
mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah
untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) serta tidak
melarang upacara-upacaranya.
3. Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi
juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw
bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang
daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR.
Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah
pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan diatas dan pembahasan diatas dapat
ditarik kesimpulan berdasarkan analisis. Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang
merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas
hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam
adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai
keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an
Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah
dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang
disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). Istilah HAM baru muncul setelah
Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh
gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir.
Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum
ini, munculah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja
mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Di Indonesia penegakan HAM dapat dikatakan kurang
berjalan maksimal. Faktor yang berpengaruh pada penegakan HAM di Indonesia
terhambat seperti masalah politik, dualisme peradilan, prosedural acara.
Hak Asasi Manusia dalam islam tertuang secara transenden
untuk kepentingan manusia, lewat syariah islam yang diturunkan melalui wahyu.
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan
dan penghormatan terhadap sesama manusia.
3.2. Saran
Sebagai insan, menegakkan HAM dalam kehidupan
sehari-hari bukan hanya kita sebagai insan politik tetapi juga sebagai umat
pengikut ajaran agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Dengan menegakkan HAM,
kepentingan satu sama lain tidak akan saling berbenturan sehingga tercipta
hubungan yang harmonis dan saling menghargai.
1 komentar:
Bagaimana juka syariat islam berbenturan dengan HAM?
Posting Komentar