Jumat, 07 November 2014

Makalah Penerapan Syariat Islam dan HAM

KATA PENGANTAR



Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penerapan Syariat Islam dan Ham” dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan agama islam.
Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi kami.
Akhir kata kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih.






 31 Oktober 2014

Muchlas Abrar
H12114010




BAB I

PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang


Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.
Hal ini membuat hati penulis tergugah untuk menyajikan makalah syariat islam ini agar para penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya dalam lebih mendalami tentang syariat islam.
Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). HAM yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal, dan abadi berkaitan dengan martabat dan harkat manusia itu sendiri. HAM juga menjadi keharusan dari sebuah negara untuk bisa menjaminnya dalam konstitusinya.
Istilah HAM baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, munculah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789.
Di Indonesia penegakan HAM dapat dikatakan kurang berjalan maksimal. Faktor yang berpengaruh pada penegakan HAM di Indonesia terhambat seperti masalah politik, dualisme peradilan, prosedural acara. Bagi masyarakat muslim, belum pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh umat manusia. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam Islam, konsep mengenai HAM sebenarnya telah mempunyai tempat tersendiri dalam pemikiran Islam. Perkembangan wacana demokrasi dengan Islam sebenarnya yang telah mendorong adanya wacana HAM dalam Islam. Karena dalam demokrasi, pengakuan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat yang spesial. Berbagai macam pemikiran tentang demokrasi dapat dengan mudah kita temukan didalamnya konsep tentang penegakan HAM.
Bahkan HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Fakta ini mematahkan bahwa Islam tidak memiliki konsep tentang pengakuan HAM. berangkat dari itu makalah ini akan mencoba memberikan sedikit penerangan mengenai wacana HAM dalam Islam.

1. 2  Rumusan Masalah

Berikut ini adalah berbagai topik permasalan utama yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain
  1. Apa pengertian Syari’at Islam ?
  2. Bagaimana Tujuan Syari’at Islam ?
  3. Bagaimana Prinsip-prinsip syari’at Islam ?
  4. Bagaimana bentuk penerapan Syariat Islam ?
  5. Apa pengertian HAM itu?
  6. Apa hubungannya HAM dengan Islam?
  7. Bagaimana bentuk penerapan HAM dalam islam?

1.3  Tujuan

Seperti halnya dengan makalah yang lain, makalah kami juga memiliki tujuan agar memiliki tolak ukur. Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
  1. Mengetahui pengertian Syari’at Islam
  2. Mengetahui Tujuan Syari’at Islam
  3. Mengetahui Prinsip-prinsip syari’at Islam
  4. Mengetahui bentuk penerapan Syariat Islam
  5. Mengetahui pengertian HAM itu
  6. Mengetahui hubungannya HAM dengan Islam
  7. Mengetahui bentuk penerapan HAM dalam islam

BAB II

PEMBAHASAN


2.1   Pengertian Syariat

Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13

إِلَيْكَ وَمَا وَ صَّيْنَا بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ
لْمُشْ رِكِينَ تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ الدِّينَ وَلَا أَنْ أَقِيمُوا وَعِيسَى إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ  يَشَاءُ وَيَهْدِي يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن  مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ عَلَى ا

Artinya :
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran surat Asy-Syura ayat 13).
1.      Surat Asy-Syura ayat 21
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya :

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk

 

2.2  Tujuan Syariat Islam


Tujuan dari syariah adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Secara umum ada 5 hal
1.      Hifdzud diin (menjaga agama)
2.      Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
3.      Hifdzul maal (menjaga harta)
4.      Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
5.      Hifdzun nafsu (menjaga diri).



2.3 Prinsip-Prinsip Syariat Islam

  1. Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya. Prinsip ini secara tegas disebutkan dalam a-Quran,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".   (QS. Al-Baqarah: 286)

  1. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri sendiri.
            Allah swt. Berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (١٠١)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian....(QS. al-Maidah: 101)

 3  Penetapan Hukum secara Periodik

Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini  akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran;
  1. Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.
  2. Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
  3.  Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan dalam surat Qaf: 39

فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (٣٩)

“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”

Lalu surat al-Mu’min: 55

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ (٥٥)

“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”

4. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Abd al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang sebanding dengan hukum tersebut.

5. Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Penyamarataan hak di atas berimplikasi pada keadilan yang seringakli didengungkan al-Quran dalam menetapkan hukum,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Nisa: 58)

2.4  Bentuk Penerapan Syariat Islam


Bentuk penerapan syariat islam mencakup tiga bidang pokok: Pertama fikih ibadah ketentuan tentang pelaksanaan ibadah, yang setiap Muslim mesti menerima agar bisa menjalankan ibadah dengan baik; kedua, fikih ibadah–ketentuan tentang hubungan sosial, seperti nikah, talak, cerai, rujuk, waris dan sebagainya, yang juga mesti diadopsi setiap Muslim agar dapat menjadi Muslim lebih baik; dan ketiga fikih jinayah–ketentuan tentang pidana, termasuk khususnya yang sangat kontroversial mengenai hudud, potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina.
Dalam bidang politik, yang memegang kekuasaan tertinggi ialah kedaulatan. Selanjutnya, kedaulatanlah yang mempunyai hak untuk mengeluarkan aturan-aturan hukum. Oleh karena itu, kedaulatan mempunyai kekuatan yang mengikat dan memaksa warga negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sama halnya seperti Islam, yang menjadikan syariat Islam sebagai satu – satunya kedaulatan. Kedaulatan dalam agama Islam dipegang oleh Allah SWT, sebagai satu-satunya pemilik kewenangan untuk membuat hukum dan syariat.
Dimana, seluruh hukum dan syariat tersebut harus diikuti dan ditaati oleh seluruh pemeluk agama Islam. Sebagai pemegang kedaulatan, Allah SWT mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi umatnya. Oleh karena itu, dalam kehidupan berpolitik, para pemegang kedaulatan sebagai pemimpin, harus senantiasa memperhatikan kepentingan warga negaranya dan tidak menggunakan kekuasaannya untuk berbuat sewenang – wenang. Dalam memimpin warga negaranya, para pemegang kedaulatan juga harus tunduk kepada hukum dan syariat yang ada.
Dalam bidang ekonomi, syariat Islam memegang peranan penting, seperti mengatur pembagian modal, mengatur pajak, mengatur sumber-sumber pendapatan negara, mengatur zakat, dan lain sebagainya. Syariat Islam sangat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi umatnya, seperti mulai banyak bermunculan bank-bank yang berlandaskan syariah Islam. Bahkan, bank-bank yang berlandaskan syariat Islam tersebut juga menganut syariat Islam yang melarang hukum riba.
Jadi, pada dasarnya syariat Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai macam aspek kehidupan umatnya. Syariat Islam telah dibuat dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak mungkin menyusahkan atau menghambat umatnya untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan menerapkan syariat Islam ke dalam seluruh aspek kehidupan sehari – hari, maka hidup kita pun akan menjadi lebih teratur dan terarah.

2.5  Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah hak manusia yang paling mendasar dan melekat padanya dimanapun ia berada. Tanpa Adanya Hak ini berarti berkuranglah harkatnya sebagai manusia yang wajar. Hak Asasi Manusia adalah suatu tuntutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan, suatu hal yang sewajarnya mendapat perlindungan hukum.
Dalam mukadimah Deklarasi Universal Hak-hak asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights) dijelaskan mengenai hak asasi manusia sebagai:
“Pengakuan atas keseluruhan martabat alami manusia dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dipindahkan ke orang lain dari semua anggota keluarga kemanusiaan adalah dasar kemerdekaan dan keadilan di dunia.”
Ada tiga prinsip utama dalam pandangan normatif hak asasi manusia, yaitu berlaku secara universal, bersifat non-diskriminasi dan imparsial. Prinsip keuniversalan ini dimaksudkan agar gagasan dan norma-norma HAM telah diakui dan diharapkan dapat diberlakukan secara universal atau internasional. Prinsip ini didasarkan atas keyakinan bahwa umat manusia berada dimana-mana,disetiap bagian dunia baik di pusat-pusat kota maupun di pelosok pelosok bumi yang terpencil. Berdasar hal itu HAM tidak bisa didasarkan secara partikular yang hanya diakui kedaerahahan dan diakui secara lokal.
Prinsip kedua dalam norma HAM adalah sifatnya yang non-diskriminasi. Prinsip ini bersumber dari pandangan bahwa semua manusia setara (all human being are equal). Setiap orang harus diperlakukan setara. Seseorang tidak boleh dibeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak bisa dipandang sebagai suatu hal yang negatif, melainkan harus dipandang sebagai kekayaan umat manusia. Karena manusia berasal dari keanekaragaman warna kulit seperti kulit putih,hitam, kuning dan lainnya. Kenekaragaman agama juga merupakan sesuatu hal yang mendapat tempat dalam sifat non-diskriminasi ini. Pembatasan seseorang dalam beragama merupakan sebuah pelanggaran HAM.
Prinsip ketiga ialah imparsialitas. Maksud dari prinsip ini penyelesaian sengketa tidak memihak pada suatu pihak atau golongan tertentu dalam masyarakat. Umat manusia mempunyai beragam latar belakang sosial maupun latar belakang kultur yang berbeda antara satu dengan yang lain hal ini meupakan sebuah keniscayaan. Prinsip imparsial ini dimaksudkan agar hukum tidak memihak pada suatu golongan.

2.6  Hubungan antara Ham dan Islam

Hak Asasi Manusia dalam islam tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia, lewat syariah islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syariah, manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dan karena ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa pandang bulu. Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan sementara kebebasan secara eksistensial tidak terwujud tanpa adanya tanggung jawab itu sendiri.
Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan artinya Islam memandang semua manusia sama dan mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas manusia lainnya hanya ditentukan oleh tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 13, yang artinya sebagai berikut :
“Hai Manusia, sesnungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan permpuan dan kamu jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kaum adalah yang paling takwa.”
            Sedangkan kebebasan merupakan elemen penting dalam ajaran islam. Kehadiran islam memberikan jaminan pada kebebasan manusia agara terhindar dari kesia-siaan dan tekanan, baik yang berkaitan dengan masalah agama, politik dan ideologi. Pada dasarnya HAM dalam islam terpusat pada lima hal pokok yang terangkum dalam al-dloruriyat al-khomsah atau yang disebut juga al-huquq al-insaniyah fi al-islam (hak-hak asasi manusia dalam islam). Konsep itu mengandung lima hal pokok yang harus dijaga oleh setiap individu yaitu hifdzu al-din (penghormatan atas kebebasan beragama), hifdza al-mal (penghormatan atas harta benda), hifdzu al-nafs wa al-ird(penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu) hifdzu al-‘aql (penghormatan atas kebebasan berpikir) dan hifdzu al-nasl (keharusan untuk menjaga keturunan). Kelima pokok inilah yang harus dijaga oleh setiap umat islam supaya menghasilkan tatanan kehidupan yang lebih manusiawi, berdasarkan atas penghormatan individu atas individu, individu dengan masyarakat, masyarakat dengan Negara dan komunitas agama dengan komunitas agama yang lainnya.

2.7  Bentuk dan Penerapan HAM dalam Islam

Bentuk penerapan HAM dalam islam melalui Perlindungan Islam terhadap Hak Asasi Manusia.Adapun hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh hukum islam

1.      Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya HR. Bukhari).

Hak hidup dibagi atas beberapa hak antara lain:
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan hajat manusia.

b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Allah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fitrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS. 2: 228)

c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS. Quraisy: 3-4).
Diantara jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam baik miskin ataupun kaya. Dia berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu Yusuf dalam Al-Kharaj).

d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4: 148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR. Bukhari dan Muslim).

e. Hak Saling Membela dan Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka. Sabda nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila bersin." (HR. Bukhari).

f. Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia (lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..."

2.   Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya. Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS. 10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog) serta tidak melarang upacara-upacaranya.

3.   Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas dan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan berdasarkan analisis. Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an
Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). Istilah HAM baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, munculah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia.
Di Indonesia penegakan HAM dapat dikatakan kurang berjalan maksimal. Faktor yang berpengaruh pada penegakan HAM di Indonesia terhambat seperti masalah politik, dualisme peradilan, prosedural acara.
Ada tiga prinsip utama dalam pandangan normatif hak asasi manusia, yaitu berlaku secara universal, bersifat non-diskriminasi dan imparsial. Prinsip keuniversalan ini dimaksudkan agar gagasan dan norma-norma HAM telah diakui dan diharapkan dapat diberlakukan secara universal atau internasional. Prinsip kedua dalam norma HAM adalah sifatnya yang non-diskriminasi. Prinsip ini bersumber dari pandangan bahwa semua manusia setara (all human being are equal). Prinsip ketiga ialah imparsialitas,maksud dari prinsip ini adalah penyelesaian sengketa tidak memihak pada suatu pihak atau golongan tertentu dalam masyarakat.
Hak Asasi Manusia dalam islam tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia, lewat syariah islam yang diturunkan melalui wahyu. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama manusia.

3.2. Saran


Sebagai insan, menegakkan HAM dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya kita sebagai insan politik tetapi juga sebagai umat pengikut ajaran agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Dengan menegakkan HAM, kepentingan satu sama lain tidak akan saling berbenturan sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan saling menghargai.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Bagaimana juka syariat islam berbenturan dengan HAM?